Menyoroti Kinerja Komdis PSSI: Banyak Pertanyaan yang Muncul
Menyoroti Kinerja Komdis PSSI: Banyak Pertanyaan yang Muncul. Football Institute baru-baru ini merilis laporan terkait pelanggaran disiplin yang terjadi di sepak bola Indonesia selama satu musim terakhir. Dalam laporan tersebut, kinerja Komite Disiplin (Komdis) PSSI menjadi pusat perhatian publik.
Dalam sebuah acara yang digelar di Barito Mansion, Jakarta, pada Selasa (9/7/2024), terungkap bahwa Komdis PSSI telah memutuskan 597 kasus dari berbagai kompetisi, mulai dari Liga 1, Liga 2, hingga Elite Pro Academy (EPA U-16, U-18, dan U-20). Bahkan, kasus pungutan liar (pungli) yang terjadi dalam proses seleksi wasit sebelum musim 2023/24 juga menjadi bagian dari kasus-kasus tersebut.
Keterlibatan Suporter
Dari ratusan pelanggaran yang terjadi, kasus yang melibatkan suporter menjadi yang paling banyak, dengan 63 putusan yang mencakup 34,62 persen dari total kasus. Kasus yang melibatkan pemain berada di posisi kedua dengan 48 putusan (26,37 persen), disusul oleh tim dengan 29 kasus (15,93 persen), ofisial 22 kasus (12,09 persen), dan panitia pelaksana sebanyak 20 kasus (10,99 persen). IDNSCORE
Beberapa keputusan Komdis dinilai tidak masuk akal, seperti yang terjadi pada pertandingan Liga 2 antara PSCS Cilacap melawan Persekat Tegal. Komdis memberikan sanksi kepada Hexa Try Kusuma berupa larangan menjadi ball boy selama dua kali dan denda senilai Rp37,5 juta, sebuah hukuman yang dinilai tidak seimbang oleh banyak kalangan.
Di Liga 2 lainnya, klub PSDS Deli Serdang dihukum oleh Komdis PSSI dengan larangan pertandingan tanpa penonton sebanyak satu kali dan denda Rp225 juta. Hukuman tersebut merupakan gabungan dari kasus rasisme yang dilakukan oleh penonton serta insiden lemparan botol ke dalam lapangan. Yang menarik perhatian adalah besarnya nilai denda tersebut, yang jauh lebih besar dibandingkan dengan denda pelanggaran suporter yang masuk lapangan (Rp15 juta) atau kasus pelemparan botol dari tribun ke lapangan (Rp10 juta).
Sanksi Denda
Terkait banyaknya sanksi denda yang dikeluarkan oleh Komdis PSSI, wartawan senior Erwin Fitriansyah menyampaikan harapannya agar temuan Football Institute ini bisa sampai ke Komdis dan dijadikan masukan. Menurutnya, hukuman denda tidak memberikan efek jera yang efektif. IDNSCORE
“Hukuman denda ini tidak efektif karena terus terulang. Klub-klub tidak peduli, baik yang memiliki dana besar maupun yang biasa saja. Suporter juga tidak sadar bahwa klubnya kena denda,” kata Erwin.
Sorotan lainnya adalah putusan Komdis yang cenderung lebih menitikberatkan pada hukuman denda. Dari total 496 kasus yang terjadi di Liga 1, Liga 2, dan EPA, 410 kasus di antaranya dikenakan sanksi berupa denda. Di Liga 1, hukuman denda mencapai 142 kasus atau setara dengan 61,47 persen dari total kasus. Sementara itu, larangan bertanding sebanyak satu pertandingan hanya diberlakukan dalam 37 kasus atau sekitar 16,02 persen.
Metode Kualitatif
Semua data tersebut dikumpulkan oleh Football Institute melalui metode kualitatif dengan mengandalkan informasi yang dirilis oleh Komdis PSSI. Data yang dikumpulkan meliputi periode 1 Juli 2023 hingga 30 Maret 2024.
“Mungkin ada sedikit perbedaan antara data yang kami rilis dengan data resmi terkait kartu merah. Namun, margin kesalahannya kecil, dan tingkat akurasinya di atas 95 persen,” ungkap Founder Football Institute, Budi Setiawan, dalam keterangannya. Menyoroti Kinerja Komdis PSSI
Dengan banyaknya putusan yang menimbulkan pertanyaan, publik tentu berharap ada perbaikan dalam kinerja Komdis PSSI ke depannya, sehingga penegakan disiplin dalam sepak bola Indonesia bisa lebih adil dan efektif. IDNSCORE